photo 9186f5ad-cd5c-451c-92ac-9fb339bb14b2_zps15260308.jpg

Selasa, 11 Maret 2014

Multi Level Marketing ( MLM )


INFO KITA - MLM merupakan salah satu cara berbisnis yang banyak dilakukan saat ini. Bagaimana ekonomi syariah melihat MLM? Dan sistim MLM seperti apa yang diperbolehkan?

Kalau kita kembalikan pada klausul ekonomi syariah, bahwa jika bicara bisnis hukum asalnya adalah “boleh”. Kecuali jika ada dalil dalam Al-Quran atau hadits yang mengharamkan. Tidak ada dalil yang melarang MLM secara eksplisit.

Pertanyaannya, karena hukum asalnya boleh, maka kemudian ini bergantung pada bagaimana kita mendisain sistim MLM itu sendiri. Ketika bicara konteks ini, didalam konteks muamalah maka ketentuan berikutnya adalah kita harus memperhatikan apa yang dilarang, apa yang tidak boleh dalam melakukan bisnis ini. Kalau MLM melakukan hal-hal yang dilarang, maka otomatis dia termasuk bertentangan dengan syariah. Untuk itu, tidak bisa dipukul rata bahwa semua MLM tidak boleh. Harus dilihat secara case by case, dengan memperhatikan sistimnya, produk yang dijual, baru bisa disimpulkan apakah skema MLM bertentangan dengan syariah atau tidak.


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam MLM:


1.Sistim MLM adalah menggantikan fungsi distribusi, menghubungkan antara produsen dan konsumen yang selama ini distribusi dipegang oleh 1 atau 2 produsen. Dengan MLM, keuntungannya adalah fungsi distribusi jadi tersebar ke banyak orang. Orientasinya adalah untuk meningkatkan volume penjualan. Keuntungan yang didapat tergantung pada seberapa banyak barang yang dijual, bukan perekrutan.


2.Produk yang dijual harus barang yang halal dan berkualitas.


3.Dalam skema bisnis apapun ada beberapa hal yang sifatnya normatif yang diingatkan untuk dijauhi, yaitu: dilarang untuk saling menzolimi, tidak ada unsur eksploitasi, tidak boeh mengambil harta dengan cara yang batil lainnya (misalnya money game).


Pola penawaran dalam MLM selalu serupa, yakni iming-iming income tinggi, fasilitas dan hadiah. Ini boleh saja untuk motivasi. Tapi kalau orientasinya sudah harta, ini akan mempengaruhi cara berpikir orang bahwa indikator keberhasilan semata-mata adalah harta. Padahal banyak indikator keberhasilan yang non materi. Misalnya: zakat yang tadinya Rp 500.000 sekarang menjadi 1 juta. 


Keraguan dalam MLM:


-Sebagian ulama mengkritisi MLM karena mengandung praktek 2 akad dalam 1 transaksi. Yaitu, orang yang menjadi agen, sekaligus menjadi konsumen. Mestinya akadnya dipisahkan.


-Kebanyakan MLM fokus pada perekrutan, bukan pada produk. Yang dikejar lebih pada pendaftaran downline, bukan penjualan produk. MLM harus tetap fokus pada penjualan produk. Dan perekrutan tujuannya adalah untuk memperbesar pangsa pasar. Banyak terjadi MLM hanya mengandalkan uang pendaftaran dari downline baru.


Tentu saja MLM yang baik secara syariah adalah MLM yang sudah mempunyai sertifikat halal. Karena berarti MUI sudah melakukan kajian terhadap sistemnya sehingga tidak ada keraguan. (am)